Latest News

Selengkapnya Diteruskan DI NEWS.TOPSEKALI.COM

Showing posts with label KPK. Show all posts
Showing posts with label KPK. Show all posts

Monday, October 5, 2020

Kini Najwa Shihab getol komporin demo rusuh utk lindungi aneka kejahatan KPK

 

Eng ing eeeng ...

Kutip Faizal Assegaf via Twitter @faizalassegaf:

"Kini Najwa Shihab getol komporin demo rusuh utk lindungi aneka kejahatan KPK.

Asal tau aje, Firma AHP tempat kerja suami Najwa, ada 2 mantan komisioner KPK (Chandra Hamzah & Amien Sunaryadi) trjerat kasus korupsi.

Chandra Hamzah (CH) pendiri kantor Firma AHP, tempat suami Najwa Shihab bekerja.

CH mantan Komisioner KPK terjerat aliran dana skandal Century. Selain itu, Nazaruddin sebut CH jg kecipratan uang haram pengadaan seragam hansip di Depdagri.

Kalau fakta ginian Najwa bungkam.

Sementara Amien Sunaryadi (AS) eks Komisioner KPK yg kini bekerja sekantor dgn suami Najwa Shihab, terjerat skandal korupsi.

AS dan mantan Menteri ESDM Sudirman Said dilaporkan ke Bareskrim krn diduga gelapkan ratusan miliar uang negara.

Si Najwa Shihab kok tdk berkoar2?

Kantor pengacara suami Najwa Shihab di AHP jg punya kemesraan khusus dgn penyidik KPK Novel Baswedan & Gubernur Anies Baswedan.

Advokat AHP, Rikrik Rizkian adlh anggota TGUPP Pemprov DKI, yg ditugaskan menjadi pengacara pembela Prabowo-Sandi soal sengketa Pilpres di MK.

Jd wajar Najwa Shihab paling terdepan memprovokasi mahasiswa membuat demo rusuh.

Asbabnya, kantor pengacara AHP tempat suami Najwa bekerja, ada 2 mantan Komisioner KPK yg terjerat kasus.

Mknya Najwa getol menolak pembentukan Dewan Pengawas KPK, takut kasus2 tsb dibongkar."

FA

Friday, September 20, 2019

Benang Merah antara Novel Baswedan, ICW dan Tempo Bertujuan Kuasai Lahan Basah di KPK?

Gambar ilustrasi
Benang Merah antara Novel Baswedan, ICW dan Tempo Bertujuan Kuasai Lahan Basah di KPK?
https://politikandalan.blogspot.com/2019/09/benang-merah-antara-novel-baswedan-icw.html
https://seword.com/politik/benang-merah-antara-novel-baswedan-icw-dan-tempo-bertujuan-kuasai-lahan-basah-di-kpk-G5JvBBAvQ9

Temuan terbaru, ternyata di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga ada lahan basah. Lahan yang membuat banyak orang berebut rejeki. Dan itu dimanfaatkan banyak pihak, antara lain : oknum penyidik KPK, oknum wartawan, oknum LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Sehingga Novel Baswedan dan gengnya juga ikut mengincar lahan basah tersebut. Bahkan keributan antara Novel Baswedan dkk dengan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman tak lain karena Novel ingin menguasai lahan basah di KPK tadi.

Tapi masalah ini jadi ruwet dan opini publik karena adanya keterlibatan media besar Tempo dan wartawan-wartawannya seperti Wahyu Muryadi, Arif Zulkifli dll. Di samping telah menguasai Majalah Tempo, Novel dkk juga menguasai LSM Indonesia Coruption Watch (ICW).

Dengan dua kekuatan ini, Novel Baswedan sangat powerfull di KPK. Setiap yang berseberangan dengan Novel Baswedan, pasti dihajar Tempo dengan menggunakan corong ICW.

“Novel, Tempo, ICW itu satu geng. Pimpinan KPK pun tak berdaya. Apalagi mantan wartawan Tempo ada di Istana dan mantan pendiri ICW Teten Masduki juga ada di Istana. Febri Diansyah itu hanya boneka Teten karena sama-sama ICW,” kata seorang politikus DPR kepada awak media.

Posisi Dirdik Menjadi Bidikan

Tentu publik ingat bagaimana Aris Budiman seorang jenderal polisi bintang satu “dihabisi” geng Novel. Karena Novel ingin mengincar posisi yang diduduki Aris yakni Direktur Penyidikan KPK.

Dicari lah berbagai cara untuk membunuh karakter Aris dan itu berhasil. Dengan dukungan Tempo dan ICW, mereka berhasil menyingkirkan Aris.

Dengan tersingkirnya Aris di KPK, posisi ini segera akan diisi Novel Baswedan. Bayangkan seorang Kompol pensiunan dan masih sangat ijo bisa menduduki posisi Direktur Penyidikan selevel Jenderal Polisi bintang satu.

Aris alumnus Akpol 1988. Novel tamatan Akpol 1998. Beda sepuluh tahun. Kalau di Polri, Aris sudah Kapolda bintang satu, Novel Baswedan baru selevel Kapolres.

Di sinilah peran Tempo. Novel dibikin super hero. Orang suci. Tokoh Pemberantasan Korupsi. Seakan-akan tanpa Novel, KPK akan mati suri. Lumpuh.

Jika ada serangan terhadap Novel dibangunlah opini seakan akan serangan itu terhadap lembaga KPK. Novel itu KPK dan KPK itu Novel.

Sebenarnya apa yang terjadi di KPK?

Hasil informasi yang dihimpun awak media di KPK,Kelompok 28 ingin menguasai jabatan-jabatan yang dipegang penyidik polri, Novel itu pemimpin Kelompok 28 di KPK beranggotakan polisi dan non polisi dan sebagian besar adalah rekan satu angkatan Novel di Akpol dan sebagian lagi juniornya.

Ini masalah karir mereka rupanya.

Dulu tidak ada konflik karena geng Novel merasa paling senior dan merasa sebagai penyidik senior. Rupanya diam-diam kelompok Novel ini ingin naik posisi direktur dan deputi dengan harapan bisa jadi pimpinan KPK setelah itu.

Adanya perwira Polri senior seperti Aris Budiman dianggap penghalang bagi geng Novel. Untuk menendang Aris dari KPK dibuatlah isu integritas dan lain lain. Padahal Novel dkk maunya jabatan jabatan strategis itu dipegang kelompok mereka.

Benarkah Novel hebat seperti digembar-gemborkan TEMPO.

Novel ini polisi dengan prestasi biasa-biasa saja. Dia bukan lulusan Akpol 98 yg ranking top di angkatannya. Dia cuma ada pada papan tengah. Yg top itu AKBP Robert Dedeo juga eks KPK. Dia Adhi Makayasa. Juga AKBP Nugroho yg juga Adhi Makayasa 1999. Juga AKBP Irhami yg top graduate di angkatannya.

“Jadi Novel itu gak ada apa-apanya” ungkap seorang penyidik di KPK yang merasa muak dengan manuver dan sinetron yang dibangun Novel Baswedan.

“NB gak ada apa2nya. Hasil kerjaan polisi polisi top ini yg dibajak oleh Novel untuk menutupi kelemahannya dan agar dianggap berintegritas dia nanti yg kelihatan di Media, TV, kasih bocoran ke majalah Tempo agar seolah2 hasil kerja dia. Teman2nya banyak kesal dan dongkol dengan kelakuannya ini. Dan bawa bawa agama supaya kelihatan di publik seperti seorang pahlawan anti korupsi,” kata penyidik KPK tersebut.

“Teman angkatan Novel Akpol 98 tahu banget kelas dan kualitasnya Novel biasa saja. Mereka banyak yg mencibir dengan cara Novel membentuk opini di media seperti sosok yang hebat.”

Novel pun masih butuh puluhan penyidik Polri tapi pangkat AKP ke bawah. Agar Novel Baswedan tidak ada saingan dan bisa kendalikan yang yunior yunior tersebut.

Geng Novel paham betul bahwa masih perlu penyidik polri. Karena penyidik yang dari Polri mumpuni dan pengalaman serta mental berani menabrak tersangka koruptor dibanding penyidik yg dari sipil yang latar belakangnya tidak jelas.

Penyidik dari Polri juga mudah koordinasi dengan polisi wilayah yang diperlukan KPK untuk membantu mereka saat operasi di wilayah. Jabatan yang diincar Geng Novel: Direktur Sidik, Direktur Monitor, Kepala Pengawas Internal dan berikutnya Deputi.

“Geng Novel Baswedan itu galau. Maka dia mulai kalah dengan teman angkatannya. Maka berusaha keras jadi Direktur atau eselon dua sehingga merasa tidak ketinggalan dari temannya yang masih dinas di Polri. Bahkan Novel Baswedan ingin lebih tinggi. Jika dia jadi Direktur Penyidikan di KPK, itu sama dengan level Kapolda bintang satu.

TEMPO

Media pro Novel seperti Tempo, memang menjadikan Novel hero. Imbalannya Novel membocorkan hasil penyidikan kasus di KPK ke media itu. Bukan hanya sekedar informasi, ada deal-deal berbau rupiah yang melibatkan oknum wartawan Tempo.

Tempo selalu dapat berita update berita dari KPK. Itu bocoran Novel Baswedan. Dan berita ini kemudian dijadikan alat deal. Bahasa kasarnya pemerasan.

“Geng Novel, Tempo, ICW itu bagian dari sindikat ini. Tangkap, beritakan, peras, diamkan,” kata sumber.

Lantas kenapa Novel benci mantan institusi nya?

“Novel sakit hati. Dua kali gagal Sespim. Sejak itu dia dendam dengan Polri,” kata teman angkatan Novel.

ICW

Siapa tidak tahu ICW ? Hampir semua kita tahu ICW sepak terjangnya membantu pemberantasan korupsi di Indonesia.

Namun, beberapa tahun terakhir ini, tepatnya sejak Bambang Widjajanto menjadi wakil ketua KPK, peran dan kinerja ICW semakin melemah

Disamping itu adanya permasalahan besar di ICW terutama terkait dgn pembiayaan operasional ICW.

Donatur utama ICW menghentikan donasinya. Penghentian donasi kepada ICW mungkin karena lesunya bisnis sang donatur.

Akibat penghentian bantuan itu, ICW sempat limbung sempoyongan. Meski survive, terlihat perubahan misi dan tujuan ICW yang semula antikorupsi skrg menjadi sekedar pembela KPK

ICW selama 2 tahun terakhir ini seolah2 jadi ormasnya KPK. Hidup mati ikut KPK. Salah benar dukung KPK.

ICW seharusnya jadi patner KPK yang kritis. Bukan jadi antek bodoh. Apalagi jadi antek Novel Baswedan, dan Teten Masduki.

Kini ICW tdk lebih dari ‘herder’ Novel yang setia dan siap menggonggong siapa saja yg serang, kritik, Novel Baswedan.

Kenapa ICW rela jadi underbouw KPK ?

Ini tidak terlepas dari 3 faktor.

1) Bambang Widjajanto Wakil ketua KPK masih merangkap jabatan di ICW.

Padahal, sesuai UU KPK pasal 29 ayat 9, disebutkan pimpinan KPK tdk boleh merangkap jabatan struktural dan jabatan lain apapun dimanapun

Bahkan untuk UU KPK juga mewajibkan pimpinan Komisi untuk menghentikan profesi awalnya ketika dia sudah dilantik menjadi pimpinan KPK.

Namun, UU KPK ini dilanggar sendiri oleh Bambang Widjajanto serta dibiarkan saja oleh KPK dan ICW. Sungguh ironis dan memalukan.

Demikian juga dengan penilaian bahwa KPK tebang pilih dan diskriminasi terhadap kasus, terduga dan TSK tertentu menjadi berdasar/terbukti.

Jika Pimpinan KPK saja adalah seorang pelanggar hukum, bagaimana rakyat dan bangsa ini bisa mempercayai KPK utk menegakan hukum?

Bagaimana dgn ICW ? Sejak ICW diketahui menerima bantuan finansial dari KPK, maka integritas dan independensi ICW pun lenyap. Hancur. ICW melanggar sendiri nilai2 organisasinya sendiri : keadilan, kesetaran, demokratis, kejujuran. ICW sdh meninggalkan nilai-nilai tersebut.

Lihat bagaimana ICW memberikan komentar dan tanggapan terhadap kasus kasus Novel Baswedan. Sangat kental nuansa subjektif, diskriminasi, non independen

Terjawab sudah kenapa klan Novel Baswedan menolak mati-matian Irjen Firli yang berasal dari kepolisian dan bagaimana kerasnya Tempo beserta ICW membela posisi Novel dengan menolak revisi UU KPK. Karena mereka memiliki lahan basah dan kepentingan Novel untuk jadi polisi nomer satu tak ingin diganggu siapapun termasuk DPR dan Pemerintah.

Begitulah kura-kura

Referensi:

https://m.cnnindonesia.com/nasional/20170902152951-20-239004/panasnya-aris-budiman-versus-novel-baswedan

https://www.google.com/amp/s/m.mediaindonesia.com/amp/amp_detail/112490-kpk-disebut-alirkan-dana-bantuan-asing-ke-icw

Tabloid Forum Bhayangkara Indonesia

https://seword.com/politik/terbongkar-penyidik-kpk-membocorkan-data-ke-media-tempo-untuk-eksistensi-indonesia-leaks-oTMXj5LWhI

https://seword.com/politik/part-2-terbongkar-penyidik-kpk-bocorkan-data-ke-media-tempo-sWbIgTXlzS

https://seword.com/politik/bela-novel-baswedan-tempo-berubah-jadi-tempe-bongkrek-EIp4BNnFEJ

Benarkah Novel Baswedan Selama Ini “Mengamankan” Bisnis Keponakan Riza Khalid ??.

Jakarta—Kerasnya perlawanan Novel Baswedan selama ini Ternyata Ada Misi Tersembunyi...

Dari Pengakuan Sumber internal KPK kepada Wartawan, Minggu (15/9), Novel Diketahui Tengah Menjalankan Misi Untuk “Mengamankan” Sesorang yang diketahui Bernama "Ali Hidung", ia Merupakan Pebisnis yang Mengelola Semua Usaha Milik *"Riza Khalid Mafia Migas yang dulu Mengelola Petral".

"Ali Hidung" (Warga yg Keturunan Arab juga), kata sumber, Juga Memiliki Usaha Menyelundupkan Mobil Mewah, salah satu Konsumennya waktu itu ialah "Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan" Adik Ratu Atut yang kini sudah jadi tersangka KPK.

"Puluhan Mobil Mewah milik Wawan disita KPK Namun Beberapa Raib karena Ali Hidung Minta Bantuan Novel Baswedan Untuk Ambil Mobil-mobil tersebut..", sudah diaudit BPK, Namun BPK Diancam Untuk Jangan di Ekpose,” beber Sumber tersebut.

Itulah kenapa, Salah Satu Capim KPK I Nyoman Wara yang Merupakan Auditor BPK Tak Bisa Lolos Dalam Pemilihan Capim KPK di DPR,  Lantaran Nyoman Jika Terpilih Memiliki Program Bakal Melakukan Audit internal Terkait Status Narang Sitaan tersebut...

Dalam Praktriknya, Novel Baswedan Memang Ditakuti oleh Para Politikus Kotor dan Pengusaha Hitam... Agar Kasusnya Tak Diangkat.., Rata-rata Mereka Menghubungi Ali Hidung.., Disitulah Transaksi Ratusan Miliyar terjadi...

“Pola ini Berjalan Sangat Rapi dan Berlangsung Bertahun-tahun.., Uang Novel Baswedan  Disimpan dan Dikelola Ali Hidung.., oleh Karenanya Dia (Novel) Bisa Kuasai Semua Jaringan di KPK,” ungkap sumber.

Sebetulnya.., Masih kata sumber, "Pola dan Praktik yang dilakukan oleh Novel Baswedan Sudah Diketahui Banyak Pengusaha.., Namun Mereka Lebih Memilih Untuk Tutup Mulut Lantaran Takut dan Lebih Memilih Bermain Aman Agar Kepentingannya Tidak Terganggu".

“Revisi UU KPK Menjadi Ancaman bagi Novel Baswedan karena Pekerjaan dan Zone Nyaman Dia Akan Terganggu..,” imbuhnya.

Oleh karena itu, Novel Baswedan  Berusaha Ajak Para Pegawai KPK untuk Melakukan Aksi Protes dengan Dalih Pelemahan KPK.., namun Yang Sebenarnya "Dia ingin Melindungi Kerajaannya dengan Membonceng Wadah Pegawai KPK..."

“Masih Banyak Pegawai KPK yang Memiliki integritas dan Kebanyakan Menganggap Novel Baswedan  adalah icon mereka.., Tapi Ada Banyak Juga yang ingin Bersaksi Tentang Perilaku Jahat  Novel Baswedan namun Takut..,” demikian Penjelasan Sumber.

Monday, September 16, 2019

KPK BOBROK, DPR MENARI, JOKOWI BERAKSI


Saya dan publik awam selama ini terkecoh. Saya bersama para seniman dulu membela KPK. Mati-matian. Bersama Arswendo Atmowiloto, Sys NS, Djadjang S. Noer, para rektor, mahasiswa, duduk bersama dengan pimpinan KPK – mendukung ditangkapnya Setya Novanto. Namun, ternyata kami, kita tidak terlalu benar. Kita tidak melihat KPK dengan jernih. KPK ternyata bobrok.

KPK Gerbong Kereta Reot

Ternyata perang antar kelompok di KPK tidak bisa ditutupi lagi. Model KPK seperti ini sudah lama berlangsung. Ada penasihat KPK. Namun tidak berfungsi. Adanya sinyalemen kekuasaan KPK ada di bagian divisi Penyidikan makin terbukti kebenarannya.

Kasus Novel Baswedan – Novel sendiri sebagai masalah karena mewakili kelompoknya – adalah potret betapa internal KPK terpecah-belah tanpa arah. Catatan tentang penindakan juga memble. Biaya karyawan dan pimpinan KPK yang Rp1 triliun juga tidak sedikit. Namun prestasinya cuma kecil-kecilan, tangkap tangan sekelas Rp 250 juta si Rommy, atau tangkap tersangka yang digantung kasusnya seperti RJ Lino. Berantakan.

Kasus besar seperti BLBI, Hadi Poernomo, RJ Lino juga, skandal Bank Century sama sekali tidak disentuh. Kasus besar lain seperti E-KTP pun berhenti di Setya Novanto. Keterlibatan pembuat kebijakan besar seperti Gamawan Fauzi tidak tersentuh. Belum lagi kasus-kasus lain ketika KPK ‘sengaja’ kalah melawan misalnya Hadi Poernomo. Caranya?

Ya KPK asal-asalan menetapkan tersangka. Dengan demikian ada lubang jarum kemenangan untuk tersangka. Karena sesungguhnya KPK sudah tahu semua kemungkinan – dan KPK abai tentang hal itu.

Kini Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango telah terpilih menjadi pimpinan KPK. Kegerahan muncul tanpa batas di internal KPK. Bahkan para karyawan KPK serasa menjadi pemilik KPK. Namun, publik seharusnya paham bahwa justru di sinilah masalah besar tentang KPK.

Para karyawan yang nota-bene adalah karyawan bersuara menentang para calon pemimpin KPK. Padahal mereka karyawan lembaga ad hoc. Kelakuan mereka menunjukkan bahwa KPK memang disandera oleh para karyawan yang saling terpecah.

Bahkan muncul faksi-faksi yang disebut faksi Taliban, faksi Nasionalis, lain-lainnya. Artinya di dalam tubuh karyawan KPK bersemayam perpecahan. Bukti perpecahan itu terkuak lebar.

Saut Situmorang gerah dan hengkang, justru ketika Alexander Marwata, rekannya terpilih lagi. Saut dan karyawan KPK menolak Firli Bahuri. Artinya ada perbedaan sikap terhadap Alex dan Firli. Bahkan Firli adalah anak buah Saut dan rekan kerja para karyawan KPK.

Pimpinan KPK gerah dan menuduh Firli melakukan pelanggaran berat. Namun,pelanggaran berat itu tidak diumumkan sampai Firli maju dalam fit and proper test di DPR. Aneh. Harusnya pecat sejak awal, jauh-jauh sebelum penjaringan dan pemilihan calon KPK. Artinya, perpecahan dan konflik kepentingan di antara para karyawan dan pimpinan KPK.

Pecat dan Batasi Masa Kerja Karyawan KPK

Catatan khusus adalah para karyawan KPK yang sudah menguasai medan KPK harus ditinjau ulang. Salah satunya adalah membatasi masa kerja karyawan KPK. Tujuannya agar mereka tidak mengendalikan KPK, bahkan mengarahkan kasus, memilih kasus, dan administrasi kasus yang bersifat permanen dan dikuasai oleh mereka.

Ketua KPK terpilih, Firli Bahuri dan kawan-kawan sebaiknya memecat seluruh karyawan yang arogan menolak pimpinan KPK yang baru. Kegilaan subordinasi karyawan KPK. Tak boleh dibiarkan karena akan semakin merusak KPK dari dalam. Bagusnya mereka mundur dari KPK. Karena catatan mereka akan dibuka oleh Pimpinan KPK yang baru. Dari unsur Kepolisian yang selama ini mereka tolak.

DPR dan Presiden Unjuk Gigi

DPR pun unjuk gigi. Meskipun ada kepentingan – dalam politik selalu ada kepentingan –DPR berkuasa untuk menentukan arah KPK melalui revisi UU KPK. KPK yang berdiri tanpa pengawasan dinilai kebablasan. Buktinya?

Fungsi penyadapan menjadi sesuatu yang tidak terkontrol. Tidak ada laporan dan audit tentang cara dan fungsi penyadapan. KPK menjadi negara dalam negara. Tanpa laporan sinyalemen penyalahgunaan penyadapan eksklusif – jika dikuasai oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, bisa dimanfaatkan untuk kepentingan di luar KPK. Ini urgensi memotong hak eksklusif penyadapan. Apalagi jika benar KPK tersusupi ‘Polisi Taliban’ artinya kaum radikal, maka akan sangat membahayakan negara.

Memahami hal tersebut, Jokowi bertindak. Mendapatkan masukan dari kelompok kecil di Yogyakarta, Jokowi dengan sigap menjelaskan dan bersikap realistis. KPK yang tanpa pengawasan – ketika kebobrokan dan perpecahan ada di dalam KPK – maka Jokowi pun mengirimkan Surat Presiden untuk membahas Revisi UU KPK. Wujud penyelamatan NKRI dari radikalisme yang sedang diperangi yang disinyalir telah masuk ke dalam KPK. (Penulis: Ninoy N Karundeng).


KPK MEMBUKA KEDOK, MENSASAR JOKOWI

Siapa sih, yang mengangkat KPK jadi malaikat?

Lembaga ini dianggap suci. Bebas dari kesalahan.
Siapa saja yang mengkritik dan menyentuhnya akan dituding prokoruptor. Sebuah tudingan yang terus dimainkan sampai sekarang.

Sepertinya di seluruh Indonesia, yang paling bersih hanya mereka saja. Semua maling. Atau temannya maling.

Jadi jika ada rencana sedikit saja menyentuh mereka. Mengurangi kekuasaan mereka, langsung dituduh sebagai maling atau temannya maling.

Baru saja Novel Baswedan menuding Jokowi prokoruptor. Hanya karena Presiden menyetujui pembahasan RUU KPK.

Ketua KPK Agus Raharjo dan komisioner lain Laode M. Syarif ikut bermanuver. Mereka mengatakan mengembalikan mandat ke Presiden. Tapi, kayaknya sekadar manuver doang. Sebab mereka juga bilang, kalau Presiden masih mempercayakan kepada mereka jabatan itu, mereka bersedia.

Aneh. Masa tugas komisioner sampai Desember nanti. Ngapain juga berkoar-koar mau mundur, dengan embel-embel kalau masih dipercayakan bersedia melanjutkan. Kalau mau mundur, ya mundur saja. kirim surat. Letakkan jabatan. Itu namanya sikap yang jelas. Bukan abu-abu kayak Syahrini, mundur-maju-mundur-maju, cantik.

Itu jelas cuma trik politik saja, untuk menembakkan masalah ini ke Presiden. Lagi-lagi sasarannya adalah Presiden Jokowi.

Saut Situmorang lain lagi gaya manuvernya. Dia duluan meletakkan jabatan. Mundur dari KPK. Tapi sampai sekarang masih bolak-balik berkantor di KPK. Alasannya surat mundur hanya untuk internal. Padahal surat itu tersebar ke seluruh jagad raya.

Ketika ditanya perkara Saut, Jokowi hanya menjawab ringan. "Mundur dari jabatan itu hak semua orang."

Untung saja dua orang komisioner lain --Basaria dan Alexander Marwata-- gak ikut bergenit-genit kayak mereka. Menandakan bahkan sikap komisioner saja pecah. Gak satu suara. Gak semua tertarik untuk menjadikan KPK sebagai alat politik.

Lembaga ini sudah sejak lama tercium aroma berpolitik. Suka dengan keriuhan. Suka dengan panggung. Perhatikan momen mereka mencuri panggung dalam banyak kasus, waktu yang dipilih selalu memancing huru-hara.

Kasus Budi Gunawan, misalnya. Ketika ada rencana dia mau disorong sebagai Kapolri, KPK buru-buru menetapkan sebagai tersangka. Pertanyaanya, kenapa gak sebelumnya. Kenapa momentumnya justru terlihat mengganjal.

Kasus Firli Bahuri, Ketua KPK terpilih, juga begitu. Seleksi sudah berlangsung lama. Tembakan pertama diarahkan ke tim seleksi. Mereka berkoar-koar menuding tim seleksi masuk angin.

Begitu nama-nama sudah terpilih dan tinggal tahap akhir, baru mereka menggelar konfrensi pers ngomong soal Firli. Kalau memang targetnya itu, kenapa gak sejak awal ngomong yang jelas?

Tentu saja, tujuannya agar Firli gak bisa membantah tudingannya sebab ditembakkan pas di momen akhir pemilihan di DPR. Jadi konfrensi pers itu tujuannya bukan untuk menginfirmasi sesuatu. Tapi sekadar trik mengganjal saja. Trik politik.

Padahal KPK juga bukan malaikat. Laporan keuangannya saja berstatus Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Sebab banyak barang sitaan yang gak dicatatkan. Bagaimana lembaga anti rasuah bisa ceroboh begitu, tapi merasa dirinya paling bersih?

Belum lagi pengabaian terhadap banyak tersangka. Ada tersangka yang sudah enam tahun tidak diproses. Ada yang sampai meninggal tetap sebagai tersangka. Karena KPK tidak bisa mencabutnya, sebab KPK tidak punya perangkat SP3. Bahkan kepada almarhum.

Yang menarik, untuk kasus RJ Lino, bekas dirut Pelindo II yang sudah enam tahun jadi tersangka. KPK beralasan belum membawa kasus itu ke pengadilan karena belum menghitung kerugian negara?

Hello? Kalau kerugian negara aja belum dihitung, terus apa yang dikorupsi?

Ada banyak bolong di KPK yang secara logis harus dibenahi. Wajar. Wong sudah 17 tahun. Tapi, begitu mau disentuh, buru-buru bermanuver, menyerang dan menuding orang lain.

Kini yang jadi sasaran adalah Jokowi.

Target tembakannya jelas. Bagaimana menggoyang Presiden. Sebab KPK sekarang bukan lembaga hukum. Mereka lembaga politik yang berlindung di balik nama hukum dan anti korupsi.

Entah apa tujuan sebenarnya.

Untuk menyadarkan bahwa orang-orang KPK yang sekarang ceriwis menolak revisi UU KPK


Cerita tentang KPK, DPR dan pemerintah, mungkin tak akan pernah habis dibahas. Karena semua punya masa lalu, seperti cerita mantan yang mustahil begitu saja dilupakan.

Saya sudah dua kali menuliskan artikel terkait KPK, tapi itu hanya beberapa poin yang saya yakini kebenarannya. Kalau masuk pada wilayah abu-abu, mungkin akan jauh lebih seru. Tapi ya itu, hal-hal yang masih abu-abu hanya cukup untuk diskusi tertutup.

Secara garis besar, saya melihat ada pola yang sama dalam setiap penilaian yang kita berikan. Tidak hanya soal isu KPK, tapi di banyak permasalahan, dari yang remeh sampai urusan serius. Menurut teori problem solving yang pernah saya pelajari, setiap orang yang melihat eror atau masalah, selalu mencari apa yang salah dan kurang. Dan setelah kita perbaiki elemen yang menurut kita salah atau kurang, ternyata tetap eror. Perilaku semacam ini terus berulang, bahkan meski kita sudah pernah mempelajari teori analisisnya.

Padahal, sebuah masalah atau eror itu hanya bisa diselesaikan pada titik permasalahannya. Maksudnya, dalam sebuah komponen, cerita, isu ataupun kasus, mungkin ada banyak bagian yang kita anggap salah dan menjadi penyebab permasalahan. Tapi kadang, yang salah-salah itu tidak langsung bersinggungan dengan pokok permasalahan yang ingin kita selesaikan.

Dalam hal KPK, revisi UU yang diajukan oleh DPR dan kemudian direspon oleh Presiden, tidak bisa hanya dilihat dari kesalahan-kesalahan yang kita yakini kebenarannya. Contoh, mungkin Novel Baswedan itu memang bermasalah. Dan kasus penyerangan pada dirinya tempo hari, yang membuat Novel kehilangan matanya, tidak bisa ditafsirkan hitam putih, Novel baik dan yang nyerang jahat. Tidak bisa. Pun tidak bisa kita simpulkan bahwa Novel dan Anies yang masih satu keluarga, kongkalikong demi kepentingan politik dan korupsinya. Apalagi ini jaman digital, semua jejak mudah didapatkan, dan bukti sekecil apapun bisa dijadikan patokan.

Dan akhirnya, kalaupun kemudian Novel diberhentikan misalnya, itu tak akan otomatis menyelesaikan masalah di KPK. Karena sekali lagi, sebuah masalah hanya bisa diselesaikan dengan mengetahui penyebabnya dan memperbaikinya. Bukan mencari apa yang salah.

Jokowi sebagai Presiden berhasil menganalisa pokok permasalahan yang ingin dibahas oleh DPR. Yakni perlunya dewan pengawas, karena selama ini tidak ada pengawasan terhadap KPK. Padahal Presiden saja diawasi. Kemudian perlunya aturan SP3, karena KPK selama ini belum punya aturan tersebut. Selebihnya Presiden tak setuju dengan pembatasan penyadapan, pembatasan LKHPN, pembatasan penyelidkan dan penyidikan.

Kalau dengan poin-poin ini kemudian ada orang yang masih mempertanyakan ataupun menyalahkan Presiden, yang harus ditanyakan adalah bagian mana masalahnya? Baru setelah itu kita diskusi dan berbagi argumen.

Tapi, kalau kalian hanya fokus pada; pokoknya tolak revisi UU KPK, ya terpaksa harus saya bilang bahwa KPK yang kamu bela mati-matian itu tak lebih bersih dari Presiden Jokowi.

Kamu tahu Abraham Samad, mantan pimpinan KPK? Yang dulu kita anggap sebagai pemimpin berkharisma, pahlawan anti korupsi dan seterusnya. Faktanya punya ambisi kekuasaan dan menggunakan KPK sebagai senjata yang ditodongkannya pada partai politik. Melakukan negosiasi politik dengan PDIP agar dicalonkan sebagai Wapres Jokowi.

Dan setelah Samad batal dicalonkan, segala gerak Presiden Jokowi direcoki. Niat Presiden minta penilaian calon-calon menteri, eh KPK malah mengatur Presiden untuk menghapus nama-nama yang distabilo merah. Lalu saat Budi Gunawan dicalonkan sebagai Kapolri, KPK langsung menetapkannya sebagai tersangka tanpa bukti yang cukup.

Lalu sekarang kita dipaksa setuju dengan pernyataan Samad bahwa revisi UU KPK akan melemahkan dan membuat mati suri? Mungkin maksudnya lemah karena tidak bisa lagi dijadikan senjata untuk nodong partai politik, seperti yang dilakukannya dulu.

Bambang Widjoyanto, pernah memberikan kesaksian palsu dalam persidangan MK. Dalam kasus sengketa Pilkada di Kotawaringin Barat 2010. Maka wajar kalau dalam sidang sengketa Pilpres, BW sempat menghadirkan saksi-saksi yang aneh dan sempat membuat kubu 01 geram ingin memproses BW.

Kenapa saya tiba-tiba membahas ini? membuka cerita lama. Untuk menyadarkan bahwa orang-orang KPK yang sekarang ceriwis menolak revisi UU KPK itu adalah orang-orang yang dulu bermasalah. Selain itu, fakta membuktikan bahwa KPK memang pernah disalahgunakan.

Kalau dengan fakta-fakta ini kalian masih membabi buta membela KPK, lalu apa bedanya kalian dengan pendukung Rizieq yang meyakini betul bahwa sang habib adalah keturunan nabi paling suci, menutup mata pada kasus Firza dan segala penghinaannya terhadap simbol negara?

Saya tak punya kepentingan di kasus KPK. Toh saya bukan orang politik dan bukan pejabat. Catatan ini hanya pengingat, agar kita semua bisa buka mata, siapa KPK yang sedang kalian bela? Dan siapa Jokowi, Presiden Indonesia yang sedang kalian sudutkan. Begitulah kura-kura.

https://seword.com/politik/faktanya-jokowi-lebih-bersih-dari-kpk-pTnZCzm9uc


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10156705100457817&id=687807816

 Ade Armando
1 hr ·
YANG ADA DI KPK BUKAN KELOMPOK TALIBAN TAPI KELOMPOK ISLAMIS
Saya cuma ingin berbagi pengetahuan berdasarkan percakapan saya dengan kawan-kawan pemerhati KPK dan bacaan saya mengenai KPK. Terutama soal: adakah Taliban di KPK?
Kalau Taliban diartikan sebagai kaum radikal dan ekstremis. tentu tidak ada kelompok seperti itu di KPK.
Yang jadi masalah di KPK bukanlah kaum Taliban. Yang jadi masalah adalah penguatan kaum Islamis.
Istilah Islamis lazim digunakan untuk merujukpada orang-orang Islam yang memperjuangkan penegakan syariah berdasarkan aturan Al Quran dan Sunnah/Hadits di semua lini kehidupan.
Mereka adalah kalangan yang percaya bahwa Indonesia seharusnya menjadi negara Islam dan dipimpin oleh pemerintahan Islam.
Kaum islamis dalam 20 tahun terakhir berusaha menguasai lembaga-lembaga strategis di negara: kementerian, lembaga negara independen, organisasi Islam, masjid, sekolah, universitas, Badan Eksekutif Mahasiswa, instansi pemerintah, BUMN, partai dst.
Begitu juga di KPK.
Kaum Islamis ini saat ini belum bisa menguasai pimpinan KPK, karena para pimpinan KPK dipilih oleh DPR yang tidak didominasi orang-orang seideologis mereka. Tapi mereka bisa sangat aktif di lapisan-lapisan lebih bawah.
Banyak kaum Islamis ini ditemukan di jajaran pegawai KPK, baik di kalangan penyidik/penyelidik maupun pegawai lainnya.
Jumlahnya mungkin tidak mayoritas. Tapi sangat aktif dan kencang suaranya.
Mereka inilah yang misalnya ketika PilGub DKI 2016/2017 terlibat dalam gerakan 212. Merekalah yang mengundang ustad-ustad Islamis ke masjid KPK, termasuk ustad Zulkarnaen yang legendaris itu. Mereka yang membangun imej bahwa KPK semakin Islami: yang cowok, seperti Novel Baswedan, mengenakan peci putih; ada yang bercelana cingkrang, berjenggot, pas azan langsung berbondong-bondong sholat, bikin pengajian dst.
Kecurigaan terhadap kelompok ini tidak bisa dilepaskan dari konteks ancaman kaum Islamis lebih luas di Indonesia. Ketika kaum Islamis ini nampak semakin menguat di Indonesia, dengan segera banyak orang kuatir bahwa akan ada Islamisasi di KPK.
Mereka terutama bergabung dalam Badan Amil Islam KPK (BAIK). Sekadar catatan: para pegawai Kristen juga punya wadah: lembaga Oikumene.
Celakanya, kelompok Islamis ini kemudian menemukan wadah untuk menunjukkan eksitensi mereka, yakni Wadah Pegawai (WP). Lembaga non-struktural secara perlahan didominasi oleh kaum Islamis. Ketuanya pada 2016-2018 adalah Novel Baswedan. Dan sejak 2018, diketuai oleh Yudi Purnomo.
Novel sendiri kabarnya bukan bertipe radikal. Tapi dia memang kecewa karena Presiden Jokowi dianggapnya tidak serius memerintahkan anakbuahnya membongkar kasus penyiraman air keras ke wajahnya beberapa tahun lalu. Kubu Novel menduga aksi kekerasan itu dilakukan oleh petinggi POLRI. Tidak berlanjutnya pembongkaran kasus penyerangan itu seperti semakin mengukuhkan tuduhan mereka bahwa Jokowi memilih berada bersama polisi ketimbang KPK sipil. Apalagi kemudian, kaum Islamis terus mendekati dan berada di belakang Novel. Oh ya jangan lupa, Novel didatangi juga oleh sang Gubernur DKI yang sesama Baswedan. Lengkaplah sudah.
WP ini bukan sekadar menjadi lembaga komunikasi pegawai KPK, tapi juga menjadi kelompok penekan terhadap pimpinan KPK. Mereka sangat aktif menyuarakan kepentingan mereka, yang dalam beberapa kasus mengganggu kerja KPK sebagai lembaga, dan bahkan seperti mengabaikan otoritas pimpinan KPK.
Contoh yang dulu meledak adalah perseteruan Novel Baswedan (sebagai Ketua WP) dengan Aris Budiman (Direkatur Penyidikan KPK). Novel tidak setuju dengan keputusan Aris merekrut tenaga penyidik dari kepolisian. Dia berkirim email pada Aris dengan kalimat, kurang lebih, “Anda adalah penyidik terburuk dalam sejarah KPK”. Celakanya, email itu kemudian tersebar ke berbagai media. Kabarnya, yang menyebarkan email tersebut pada media adalah WP. Gara-gara email itu, hubungan antara penyidik/penyelidik kepolisian dan non-kepolisian meruncing.
Ketua WP yang sekarang, Yudhi Purnomo, tidak kalah tajam. Dia mengatakan: “Wadah pegawai tidak cuma berani ke koruptor, tapi juga ke atasan”. Tahun lalu, WP menggugat keputusan pimpinan KPK merotasi pegawai ke PTUN. WP pula yang aktif melakukan serangkaian aksi protes dalam proses pemilihan anggota KPK dan Revisi UU KPK.
Pembesaran kekuatan WP yang didominasi kaum Islamis inilah yang turut mendorong lahirnya narasi Taliban di KPK seperti yang diramaikan kemudian. Apalagi kelompok-kelompok Islamis ini memang tidak sungkan menunjukkan identitas ideologis mereka. Ketika berunjuk rasa di KPK, mereka dengan lantang bertakbir: “Allahu Akbar!”.
Persoalannya juga, para pimpinan KPK seperti tidak berdaya menghadapi pembesaran kekuatan WP. Kewibawaan pimpinan KPK di hadapan WP terkesan rendah.
Nah fakta bahwa memang ada kelompok Islamis yang aktif bergerak inilah yang kini dijadikan bukti oleh mereka yang berusaha menggolkan Revisi UU KPK dan mengarahkan proses pemilihan pimpinan KPK bahwa KPK tidak lagi independen dari kepentingan-kepentingan politik dan ideologis di luar KPK.
Kehadiran kaum Islamis jadi (salah satu) jalan masuk bagi pengendalian kewenangan KPK.
Sebagai orang yang sedang mempelajari gerak kaum Islamis di Indonesia, saya merasa tidak berlebihan kalau ada tuduhan bahwa kekuatan kaum Islamis menguat di KPK. Ini terjadi banyak lembaga lain. Dan tanda-tandanya jelas terlihat juga di KPK. Dan itu harus dihentikan.
Kaum Islamis bukanlah sekadar kelompok pengajian atau kelompok yang bersatu karena kesamaan agama. Kelompok Islamis memang memiliki agenda untuk menegakkan Syariah di Indonesia. Mereka memandang persatuan yang harus ditegakkan adalah persatuan umat Islam, bukan persatuan bangsa.Dan karena itu mereka harus merebut kekuasaan di lembaga-lembaga strategis di Indonesia. Kaum Islamis, menurut saya, adalah kanker.
Tapi pada akhirnya, kita juga tentu tidak ingin bila kemudian kekuatiran ini berujung pada pemandulan independensi KPK. Kita tidak ingin bila kekuatiran ini membuat upaya pengendalian kaum Islamis menyebabkan KPK justru mengalami kesulitan dalam perang melawan korupsi.
Bagi saya, perang melawan korurpsi dan perang melawan islamis adalah dua agenda perang terpenting Indonesia saat ini.
Kaum Islamis jelas ada di KPK. Tapi itu tidak boleh menjadi alasan bagi pelemahan KPK.


Ramai-ramai Tolak RKUHP, Ratusan Ribu Orang Tanda Tangani Petisi



Unjuk rasa menolak RKUHP di depan Gedung MPR/Net

Saat UU KPK baru masih menyisakan polemik, DPR justru akan segera mengesahkan RUU kontroversial lainnya, yaitu Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Revisi ini dilakukan untuk mengganti KUHP yang berlaku saat ini, yang merupakan peninggalan kolonial Belanda.

Sayangnya, terdapat beberapa pasal yang membuat publik mengernyitkan dahi dan akhirnya menolak RKUHP ini. Penolakan ini dilakukan melalui petisi yang disebarkan secara online.

Ya, di dunia maya saat ini tengah ramai dengan sebuah portal petisi yang berisi penolakan RKUHP. Petisi yang berjudul "Presiden Jokowi, Jangan Setujui RKUHP di Sidang Paripurna DPR" ini telah ditandatangani oleh lebih dari 400 ribu orang.

Menurut petisi ini, terdapat beberapa pasal yang justru mengkriminalisasi orang-orang yang tidak sepatutnya, seperti:

1. Pasal 470 Ayat 1: Korban perkosaan akan dipenjara hingga 4 tahun jika menggugurkan janin hasil perkosaan tersebut.

2. Pasal 432: Wanita yang bekerja pulang malam dan terlunta-lunta di jalanan akan dikenai denda sebesar Rp 1 juta.

3. Pasal 419: Wanita dan pria yang tinggal satu atap tanpa ikatan perkawinan akan dipenjara hingga 6 bulan.

4. Pasal 432: Pengamen akan dikenai denda sebesar Rp 1 juta.

5. Pasal 432: Tukang parkir ilegal akan dikenai denda sebsar Rp 1 juta.

6. Pasal 432: Gelandangan akan dikenai denda sebesar Rp 1 juta.

7. Pasal 432: Disabilitas mental yang ditelantarkan akan dikenai denda sebesar Rp 1 juta.

8. Pasal 218: Jurnalis maupun masyarakat akan dipenjara 3,5 tahun bila mengkritik presiden.

9. Pasal 414, 416: Orang tua tidak diperbolehkan menunjukkan alat kontrasepsi kepada anak karena bukan "petugas berwenang".

10. Pasal 417: Anak yang diadukan berzina oleh orang tuanya akan dipenjara hingga 1 tahun.

11. Pasal 2 jo Pasal 598: "Kewajiban adat" yang dianggap melanggar "hukum yang hidup di masyarakat" akan dipidana.

12. Pasal 604: Keringanan hukuman koruptor, dari 4 tahun menjadi 2 tahun penjara.

Selain pasal-pasal yang terdapat di petisi ini, ada banyak pasal lainnya yang dianggap kontroversial. Seperti Pasal 188 yang melarang penyebaran paham Komunisme meski unntuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Diketahui, RKUHP ini akan disahkan oleh DPR RI dalam sidang paripurna pada 24 September mendatang










Tuesday, April 2, 2019

OTT KPK Bulan Maret dan Analisa Politik

Gambar Ilustrasi
Just info ,

1. Sdg hot kasus OTT KPK dgn barang bukti sekitar 400 rb amplop milik anggota DPR @Golkar5 Bowo Sidik yg diduga akan digunakan utk “Serangan Fajar”. karena Golkar adlh koalisi @jokowi , maka kubu @prabowo ramai2 mengiring opini bhwa itu amplop utk pemenangan Jokowi di pilpres.

2. Kasus OTT ini juga tdk disia2kan oleh media2 yg memang sudah “dibeli” oleh kubu @Prabowo seperti vivanews yang memframing seolah-olah amplop tsb berlogo jempol. Hl itu jg didukung olh gimmick @KPK_RI yg ckup aneh dlm kasus ini. berpolitik?
https://t.co/k0Motd7oEu

3. Namun fakta yg public tdk bnyk tahu adlh yg terlibat dlm OTT Bowo Golkar ini adlh Bowo dengan PT Humpuss Transportasi Kimia, prusahaan milik @hputrasoeharto (Ketum @BerkaryaOfc). Mreka korupsi pupuk. Gw mau tanya, Tommy itu di kubu siapa?
https://t.co/0qPxvnn6il

4. Bahkan, transaksi haram Bowo dan perusahaan @hputrasoeharto jg dilaksanakan di Gedung Granadi, yg seblmnya merupakan kantor DPP Partai Berkarya. Gedung itu jg sampai skrg adlh kantor tetap Titiek Soeharto, ibu negara imajiner para pendukung @prabowo . sdh paham?

5. Gedung Granadi aldh saksi biksu aksi korupsi slma pluhan thun rezim Orba. Oleh pengadilan gedung itu diputuskan mrupakan aset negara, nmun smpai skrg kluarga Soeharto yg kni total mendukung @prabowo masih belum mau mengembalikan gedung itu.
https://t.co/Whb1BDX7Gd

6. Dari sni hrusnya jlas, dri mana uang di dlm amplop yg di OTT KPK dan di mana transaksi itu dlakukan. Smuanya itu justru ada di kubu 02 via keluarga cendana. Prtanyaan slnjtnya, bukankah Golkar mendukung lawan dari @prabowo? pertnyaannya apakah @Golkar5 solid?

7. Dri hsil survei dketahui hmpir stengahnya kader atau pemilih @Golkar5 justru mndukung @Prabowo. Gk heran, Golkar adlh prtai yg besar di zaman Soeharto. Bnyak kroni Soeharto yg msih memegang kendali di @Golkar. Survei Litbang Kompas pun membuktikannya.

https://t.co/UvvHvoeYGe

8. Bahkan bnyak tuan tanah/elit Golkar yg terganggu dengan kbijakan @jokowi yg membagi2kan tanah kepada rakyat. Tanah mereka terancam dibagikan ke rakyat. Mereka keberatan dengan azas keadilan, salah satunya Erwin Aksa. @Pak_JK

9. Jika mlihat prjalanan karir politik Bowo Sidiq yg dmulainya dari aktif di Organisasi Kepemudaan Golkar (Kosgoro) sjak tahun 1998, maka kita tidk ckup sulit utk paham bahwa Bowo dekat atau bahkan bagian dari keluarga Cendana, keluarganya @hputrasoeharto

https://t.co/N5quqczMau

10. Jd, bsa sja memang Bowo brencana mnjatuhkan nama @jokowi yg mrupakan skenario licik dri kubu 02 yg sdh trbiasa bermain kotor. Tidak mnutup kemungkinan jg, Bowo dimanfaatkan/“dijebak” oleh @hputrasoeharto Ya, anak itu memang sdh biasa bertindak criminal
https://t.co/mPosWK6b55

11. Selain fakta bahwa kubu 02 via Cendana yg sebenarnya terlibat penuh dalam kasus OTT Amplop serangan fajar. Gw juga mencium bau amis dari “gimmick” @KPK_RI dlm kasus ini. Perilaku KPK dlm kasus ini cenderung memberi celah bagi kubu 02 menyerang kubu 01 dengan menutupi barbuk

12. KPK jg trbiasa membiarkan pra penyidiknya memberi info yg seolah benar kepada wartawan. Info itu akhirnya menjadi wacana liar. Lihat sja dalam berita di @asumsico, ada penyidik yg berbicara kepada media tanpa mau bertanggung jwb mnyebut siapa namanya
https://t.co/EQ7bVB7TqS

13. Apesnya, KPK sdh dianggap sbgai malaikat dan dewa yg tanpa cacat olh public. Jd, sgla perilaku @KPK_RI yg melanggar etika politik dan bertentangan dengan hukum, dapat hilang seketika di benak publik. Gw sepakat pemberantasan korupsi, tp gw jg tdk sepakat jika KPK berpolitik!

14. KPK yg berpolitik sdh sngat jelas terlihat khususnya akhir2 ini. Mulai dari meng OTT Ketum @DPP_PPP (koalisi 01), hingga OTT Caleg Golkar. Sampai di mana kasus korupsi yg dilakukan oleh elit @Official_PAN Taufik Kurniawan? Anak kesayangan Amien Rais?

https://t.co/Aw17Ll2Gyu

15. Atau memang ini strategi @KPK_RI yg sengaja menahan untuk mengungkap kasus korupsi yg berkaitan dengan kubu lawan 02 menjelang Pemilu agar itu lebih lekat di benak masyarakat yg akan memilih secara psikologi politik? Apa pun alasannya KPK tidak boleh berpolitik!

16. Bhkan ada info yg bredar, saat ini KPK tngah mngincar dan trus mencari2 ksalahan org2 trdekat @jokowi untuk dikasuskan, nmun hingga kini blm dtemukan bukti. Tjuannya jlas, untk mruntuhkan persepsi rakyat bhwa JKW sosok yg jujur. Mreka ingin menggulingkan JKW di Pilpres 2019.

17. Mnuver KPK itu didalangi oknum di KPK, khususnya kubu Novel Baswedan yg memang diisi olh penyidik2 yg radikal. Tdk prcaya? Dtglah ke @KPK_RI saat konpers, gw dpt info ndr wartawan, pkaian penyidik mengarah ke Islam radikal, clana ngatung, jilbab panjang

https://t.co/KxblWh0fUv

Tags

Analisis Politik (275) Joko Widodo (150) Politik (106) Politik Baik (64) Berita Terkini (59) Jokowi (58) Pembangunan Jokowi (54) Lintas Agama (31) Renungan Politik (31) Perang Politik (29) Berita (27) Ekonomi (25) Anti Radikalisme (24) Pilpres 2019 (23) Jokowi Membangun (22) Perangi Radikalisme (22) Pembangunan Indonesia (21) Surat Terbuka (20) Partai Politik (19) Presiden Jokowi (19) Lawan Covid-19 (18) Politik Luar Negeri (18) Bravo Jokowi (17) Ahok BTP (14) Debat Politik (14) Radikalisme (13) Toleransi Agama (12) Caleg Melineal (11) Menteri Sri Mulyani (11) Perangi Korupsi (11) Berita Hoax (10) Berita Nasional (9) Education (9) Janji Jokowi (9) Keberhasilan Jokowi (9) Kepemimpinan (9) Politik Kebohongan (9) Tokoh Dunia (9) Denny Siregar (8) Hidup Jokowi (8) Anti Korupsi (7) Jokowi Hebat (7) Renungan (7) Sejarah Penting (7) Selingan (7) imlek (7) Ahok (6) Health (6) Perangi Mafia (6) Politik Dalam Negeri (6) Gubernur DKI (5) Jokowi Pemberani (5) KPK (5) Khilafah Makar (5) Kisah Nyata (5) Lawan Radikalisme (5) NKRI Harga Mati (5) Negara Hukum (5) Partai PSI (5) Pengamalan Pancasila (5) Pilkada (5) Refleksi Politik (5) Teknologi (5) hmki (5) kota tangsel (5) natal (5) pengurus (5) peresmian (5) relawan (5) Anti Teroris (4) Bahaya Khalifah (4) Berita Baru (4) Dugaan Korupsi (4) Indonesia Maju (4) Inspirasi (4) Kebudayaan Indonesia (4) Lagu Jokowi (4) Mahfud MD (4) Menteri Pilihan (4) Pancasila (4) Pendidikan (4) Pileg 2019 (4) Politik Identitas (4) Sejarah (4) Tokoh Masyarakat (4) Tokoh Nasional (4) Vaksin Covid (4) Adian Napitupulu (3) Adudomba Umat (3) Akal Sehat (3) Analisa Debat (3) Artikel Penting (3) Atikel Menarik (3) Biologi (3) Brantas Korupsi (3) Breaking News (3) Covid-19 (3) Demokrasi (3) Dewi Tanjung (3) Hukum Karma (3) Karisma Jokowi (3) Kelebihan Presiden (3) Kesaksian (3) King Of Infrastructur (3) Lagu Hiburan (3) Makar Politik (3) Melawan Radikalisme (3) Musibah Banjir (3) Nasib DKI (3) Nasihat Canggih (3) Negara Maju (3) Negara Makmur (3) Nikita Mirzani (3) PKN (3) Pembubaran Organisasi (3) Pemilu (3) Pendidikan Nasional (3) Pendukung Jokowi (3) Penegakan Hukum (3) Poleksos (3) Politik Adudomba (3) Rekayasa Kerusuhan (3) Rencana Busuk (3) Revisi UUKPK (3) Sederhana (3) Tanggung Jawab (3) Testimoni (3) Tokoh Revolusi (3) Waspada Selalu (3) barongsai (3) jakarta (3) Ada Perubahan (2) Agenda Politik (2) Akal Kebalik (2) Akal Miring (2) Anggaran Pemprov (2) Antusias Warga (2) Arsitektur Komputer (2) Basmi Mafia (2) Basmi Radikalisme (2) Beda Partai (2) Berita Internasional (2) Budiman PDIP (2) Capres Cawapres (2) Cinta Tanah Air (2) Dasar Negara (2) Denny JA (2) Erick Thohir (2) Etika Menulis (2) Filsafat (2) Fisika (2) Free Port (2) Gerakan Budaya (2) Gereja (2) Himbauan (2) Information System (2) Isu Sara (2) Jaga Presiden Jokowi (2) Jalan Toll (2) Jenderal Pendukung (2) Jihat Politik (2) Jokowi Commuter (2) Jokowi Guru (2) Jokowi Motion (2) Kabinet II Jokowi (2) Kasus Hukum (2) Kasus Korupsi (2) Kehebatan Jokowi (2) Kemajuan Indonesia (2) Kemanusiaan (2) Kerusuhan Mei (2) Komputer (2) Komunikasi (2) Kriminalisasi Ulama (2) Langkah DPRD-DPR (2) Lawam Penghianat Bangsa (2) Lawan Fitnah (2) Mafia Indonesia (2) Media Sosial (2) Menteri Susi (2) Merakyat (2) Miras (2) Motivasi (2) Nilai Rupiah (2) Olah Raga (2) Opini (2) Pembangunan Pasar (2) Pemimpin Pemberani (2) Pengadilan (2) Pengatur Strategi (2) Penjelasan TGB (2) Penyebar Hoax (2) Perangi Terroriis (2) Pidato Jokowi (2) Political Brief (2) Politik ORBA (2) Program Jokowi (2) Raja Hutang (2) Relawan Jokowi (2) Ruang Kesehatan (2) Sampah DKI (2) Selengkapnya (2) Sertifikat Tanah (2) Simpatisan Jokowi (2) Suka Duka (2) Sumber Kekuasaan (2) Survey Politik (2) Tegakkan NKRI (2) Tenaga Kerja (2) Tirta Memarahi DPR (2) Toll Udara (2) Transparan (2) Ucapan Selamat (2) Ulasan Permadi (2) Ultah Jokowi (2) Undang Undang (2) amandemen (2) jokowi 3p (2) jokpro (2) news (2) perjuangkan (2) Adek Mahasiswa (1) Aksi Gejayan (1) Aksi Makar (1) Alamiah Dasar (1) Ancaman Demokrasi (1) Andre Vincent Wenas (1) Anggarana Desa (1) Anies Dicopot (1) Ansor Banten (1) Antek HTI (1) Anti Cina (1) Anti Terrorris (1) Anti Vaksin (1) Anti Virus (1) Arti Corona (1) Aset BUMN (1) Atheis (1) BIN (1) BTP (1) Bahasa Indonesia (1) Bahaya Isis (1) Bangkitkan Nasionalisme (1) Bangsa China (1) Bank Data (1) Bantu Dishare (1) Basuki Tjahaya Purnama (1) Bawah Sadar (1) Bencana Alam (1) Berani Karena Jujur (1) Berani Melapor (1) Binekatunggal Ika (1) Bintang Mahaputera (1) Bisnis (1) Bongkar Gabeneer (1) Bravo Polri (1) Bravo TNI (1) Budiman Sujatmiko (1) Bumikan Pancasila (1) Bunuh Diri (1) Busana (1) Buya Syafii Maarif (1) Calon Menteri (1) Cari Panggung Politik (1) Cctvi Pantau (1) Cendekia (1) Croc Brain (1) Cudu Nabi Muhammad (1) Cybers Bots (1) Daftar Tokoh (1) Dagang Sapi (1) Danau Toba (1) Data Base (1) Demo Bingung (1) Demo Gagal (1) Demo Mahasiswa (1) Demo Nanonano (1) Demokrasi Indonesia (1) Deretan Jenderal (1) Dewan Keamanan PBB (1) Digital Divelovement (1) Dosa Kolektif (1) Dubes Indonesia (1) Ekologi (1) Extrimis (1) FBR Jokowi (1) Faham Khilafah (1) Filistinisme (1) Filosofi Jawa (1) Fund Manager (1) G30S/PKI (1) GPS Tiongkok (1) Gagal Faham (1) Gaji Direksi (1) Gaji Komisaris (1) Gaya Baru (1) Gelagat Mafia (1) Geografi (1) Gerakan (1) Gerakan Bawah Tanah (1) Gibran (1) Grace Natalie (1) Gubernur Jateng (1) Gus Nuril (1) Gusti Ora Sare (1) HTI Penunggang (1) Hadiah Tahun Baru (1) Hari Musik Nasional (1) Hiburan (1) Hukuman Mati (1) Hypnowriting (1) Identitas Nusantara (1) Illegal Bisnis (1) Ilmu Pengetahuan (1) Ilusi Identitas (1) Imperialisme Arab (1) Indonesia Berduka (1) Indonesia Damai (1) Indonesia Hebat (1) Injil Minang (1) Intermezzo (1) Internet (1) Intoleransi (1) Investor Asing (1) Islam Nusangtara (1) Istana Bogor (1) Isu Agama (1) Isu Politik (1) J Marsello Ginting (1) Jadi Menteri (1) Jalur Gaza (1) Jangan Surahkan Indonesia (1) Jembatan Udara (1) Jenderal Moeldoko (1) Jenderal Team Jkw (1) Jilid Milenial (1) Jiplak (1) Jokowi 3 Periode (1) Jokowi Peduli (1) Jualan Agama (1) Jurus Pemerintah (1) Jusuf Kalla (1) Kadrun (1) Kambing Hitam (1) Kampus Terpapar Radikalisme (1) Kasus BUMN (1) Kasus Keluarga (1) Kebusukan Hati (1) Kecelakaan (1) Kehilangan Tuhan (1) Kehilangan WNI (1) Kekuasaan (1) Kekuatan China (1) Kemengan Jokowi (1) Kena Efisensi (1) Kepribadian (1) Keputusan Pemerintah (1) Kerusuhan 22 Mei (1) Kesaksian Politikus (1) Keseahatan (1) Ketum PSI (1) Kitab Suci (1) Kode Etik (1) Komnas HAM (1) Komunis (1) Konglomerat Pendukung (1) Kopi (1) Kota Bunga (1) Kota Misteri (1) Kota Modern (1) Kota Zek (1) Kredit Macet (1) Kuliah Uamum (1) Kunjungan Jokowi (1) Kurang Etis (1) LPAI (1) Lagu Utk Jokowi (1) Lahan Basah (1) Larangan Berkampanye (1) Larangan Pakaian (1) Lawan Rasa Takut (1) Leadership (1) Legaci Jokowi (1) Lindungi Jokowi (1) Lintas Dinamika (1) Luar Biasa (1) MPG (1) Mabok Agama (1) Mafia Ekonomi (1) Mafia Tanah (1) Mahakarya (1) Mahkamah Agung (1) Manfaat Vaksin (1) Mari Tertawa (1) Masa Kampanye (1) Masalah BUMN (1) Matematika (1) Membunuh Sains (1) Mempengaruhi Musuh (1) Mempengaruhi Orang (1) Mendisplinkan Siswa (1) Mengharukan (1) Menghasut Pemerintah (1) Menghina Lambang Negara (1) Mengulas Fakta (1) Menjaga Indonesia (1) Menjaga Jokowi (1) Menjelang Pemilu (1) Menjlang Pelantikan (1) Menko Polhukam (1) Menteri (1) Menteri Agama (1) Menteri Sosial (1) Menydihkan (1) Mesin Pembantai (1) Minuman Keras (1) Model Tulisan (1) Muhamad Ginting (1) Mumanistik (1) Muslim Prancis (1) Musu RI (1) Musuh Dlm Selimut (1) Obat Tradisional (1) Oligarki (1) Omnibus Law (1) Oramas Terlarang (1) Orang Baik (1) Orang Beragama (1) Orang Bodoh (1) Orang Kaya (1) Ormas Islam (1) Otak Kebalik (1) Overdosis Haram (1) PHK dan Buruh (1) Palestina (1) Panduan (1) Pantau Jakarta (1) Para Makar (1) Parawisata (1) Partai Baru (1) Partai Komunis (1) Pasar Murah (1) Pelarian (1) Pembayaran Utang Negara (1) Pembela Rakyat (1) Pembumian Pancasila (1) Pemerintahan Jayabaya (1) Pemilihan Presiden (1) Pemprov DKI (1) Pencerahan (1) Pencucian Uang (1) Pendukung Lain (1) Penebaran Virus so (1) Pengacau Negara (1) Pengalaman (1) Pengangguran (1) Pengaruh (1) Pengertian Istilah (1) Pengertian Otoritas (1) Penggulingan Rezim (1) Penghianat Bangsa (1) Pengobatan (1) People Power (1) Perang Dunia III (1) Perangi Tetroriis (1) Peraturan (1) Perayaan Natal (1) Percobaan (1) Perguruan Tinggi (1) Peringatan Keras (1) Peristiwa Mei 1998 (1) Pernikahan (1) Pernyataan ISKA (1) Pertamina (1) Pertemuan Politik (1) Pesan Gus Nuril (1) Pesan Habib (1) Peta Politik (1) Pidato Prisiden RI (1) Pil Pahit Srilanka (1) Pilkada 2018 (1) Pilkada Solo (1) Pilpres Curang (1) Pimpinan MPR (1) Politik Agama (1) Politik Catur Jkw (1) Politik Kepentingan (1) Politik LN (1) Politik Uang (1) Politikus (1) Pollitik (1) Profesional (1) Propaganda (1) Propaganda Firehose (1) Psikoanalisa (1) Psikologi Praktis (1) Puisi (1) Pulau Terindah (1) Quick Count (1) RUU Kadrun (1) Raja Bonar (1) Raja Debat (1) Raksasa (1) Rakyat Kecil (1) Realita Politik (1) Rekam Jejak (1) Rekapitulasi DPS (1) Reklamasi Pulau (1) Remix Sunda (1) Rendah Hati (1) Reungan Politik (1) Rhenald Kasali (1) Risma (1) Ruhut P Sitompul (1) Saksi Yehuwa (1) Sangat Canggih (1) Scandal BLBI (1) Seharah Pers (1) Sehat Penting (1) Sejarah Politik (1) Sekilas Info (1) Selamat Imlek (1) Sembuhkan Jiwasraya (1) Seni (1) Seniman Bambu (1) Shanzhai (1) Sidak Harga (1) Sidang MPR (1) Sigmun Freud (1) Silaturahmi (1) Sistem Informasi (1) Skema Kerusuhan (1) Skenario 22 Mei (1) Skenario Demonstrans (1) Skripsi (1) Soekarno (1) Stasiun KA (1) Suku Minang (1) Sumber Inspirasi (1) Super Power (1) Superkarya (1) Syirianisasi (1) System Informasi (1) TKA Siapa Takut (1) Tahun Kampret (1) Taliban (1) Tanda Kehormatan (1) Tanda Zaman (1) Tanggapan Atas Pidato (1) Tanya Jawab (1) Tebang Pilih (1) Teori Kepribadian (1) Terkaya Indonesia (1) Terorisme (1) Terrorisme (1) Tidak Becus Kerja (1) Tindakan Makar (1) Tingkat Kemiskinan (1) Tinjauan Filsafat (1) Tips dan Trik (1) Toleransi Identitas (1) Travelling (1) Tuan Rumah (1) Tukang Kayu (1) UU Cipta Kerja (1) Ucapan Gong Xi Fat Choi (1) Ulama Bogor (1) Ulasan Berita (1) Ulasan Suriah (1) Ustadz Bangsa (1) Via Vallen (1) Virus Covid-15 (1) Wajib Baca (1) Wakil Tuhan (1) Wali Kota (1) Wanita Kartini (1) Wewenang (1) Yusril Blakblakan (1) breaing news (1) karo (1) kontemporer (1) tari (1)