Sunday, February 7, 2021
Renungan Akhir Tahun 2020:
Wednesday, December 9, 2020
Pesan berharga dari Imam Syafi'i...
Thursday, September 24, 2020
WAG Adalah Sub Keluarga Dalam Keluarga Dari Keluarga Besar
*DIBACA YA SAMPE SELESAI*
Seorang pria, yang biasanya secara teratur rajin menghadiri pertemuan keluarga tiba-tiba tanpa pemberitahuan apapun, mendadak berhenti berpartisipasi pada kelompok tsb.
Setelah beberapa minggu berlalu, pada suatu malam yang sangat dingin, ketua dari kelompok keluarga tsb memutuskan untuk mengunjunginya.
Dia menemukan pria itu di rumah sendirian, duduk di depan perapian api yang menyala.
Pria tsb menyambut sang ketua. Beberapa saat berlalu, hanya ada keheningan yang diantara mereka.
Kedua pria itu hanya duduk diam menyaksikan nyala api menari nari di sekitar batang kayu yang berderak di perapian.
Setelah beberapa menit sang ketua, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, berdiri lalu memeriksa bongkah bongkah kayu yang terbakar diperdiangan dan memilih salah satu yang paling menyala dan bersinar diantara bongkahan kayu lainnya, kemudian dengan menggunakan penjepit dia memindahkannya ke samping perapian. Lalu dia duduk kembali.
Tuan rumah hanya duduk diam sambil memperhatikan semuanya dengan tertarik.
Tak lama kemudian, nyala api dari kayu yang disisihkan itu meredup dan lambat laun padam.
Dalam waktu singkat apa yang sebelumnya begitu terang dan panas berubah menjadi sepotong kayu mati, hitam tidak menarik.
Sejak kedatangan sang ketua, tidak ada pembicaraan diantara mereka berdua, hanya beberapa patah kata yang terucap.
Sebelum bersiap untuk pamit dan pergi, sang ketua dengan penjepit tadi mengambil potongan kayu yang mati itu dan meletakkannya kembali di tengah kobaran api. Dengan segera potongan kayu tsb disambar oleh jilatan api yang panas, dan tak lama kemudian menyala lagi, terkena nyala api & panas bara api di sekitarnya.
Ketika sang ketua mencapai pintu untuk pergi, tuan rumah berkata: “Terima kasih atas kunjungan Anda dan pelajaran yang Anda berikan. Saya akan segera kembali datang ke pertemuan keluarga kita.”
*Mengapa grup itu begitu penting?* *Sangat sederhana*:
_Karena setiap anggauta yang menarik diri dari grup/kelompoknya akan mengurangi api semangat & kehangatan dari dirinya sendiri dan dari anggauta lainnya_.
*Perlu diingatkan kepada anggota grup bahwa mereka adalah bagian dari nyala api itu, serta baik juga untuk mengingatkan diri kita sendiri bahwa kita semua bertanggung jawab untuk menjaga api tetap menyala, serta kita harus mendukung persatuan di antara grup kita sehingga apinya benar-benar kuat, efektif dan tahan lama*.
*GRUP JUGA ADALAH KELUARGA*
“Tidak masalah jika terkadang kita merasa terganggu oleh begitu banyak pesan pesan, pertengkaran dan kesalahpahaman.”
Yang penting adalah kita tetap terhubung. Kita berada dalam grup untuk bertemu, bersilaturahmi, belajar, bertukar ide, atau sekadar untuk mengetahui bahwa kita tidak sendiri.
Hidup itu terasa lebih indah bila dilalui bersama teman & keluarga.
*Mari kita jaga terus nyala api ini 😘💕*
Monday, October 21, 2019
Ucapan Gus Mus Ini keren banget :
Kepada yang terhormat dan saya hormati: Bapak Joko Widodo dan Bapak Ma'ruf Amin.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pertama-tama, perkenankanlah saya ikut menyampaikan Selamat atas pelantikan Bapak berdua sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. 2019-2024.⚘ Semoga selamat melaksanakan amanat dan tanggung jawab menyejahterakan rakyat --baik yang mendukung Bapak berdua atau tidak. 🙏
Secara lahiriah rakyat yang memilih, tapi secara hakikat Allahlah yang memilih dan menjadikan Bapak berdua menjadi Presiden dan Wakil Presiden negeri tercinta ini. Maka tanggungjawab Bapak berdua sungguh berat namun mulia: tanggung jawab terhadap Allah dan rakyat. Pimpinlah kami rakyat Indonesia dengan cinta dan belas kasih seraya senantiasa mengingat dan memohon pertolongan Allah. Tantangan seberat apa pun, akan terasa ringan bersama Allah dan pertolonganNya.
Dalam memilih pembantu, pilihlah pembantu yang membantu, bukan yang mengganggu kerja. Pilihlah mereka yang mempunyai komitmen keindonesiaan dan bisa dan mau bekerja tulus untuk Indonesia dan rakyat Indonesia. Jangan memilih mereka yang menawarkan diri membantu Bapak berdua kecuali mereka yang memang memahami hajat hidup rakyat Indonesia dan mempunyai kemampuan bekerja menjalankan tugas mereka.
Dengan memohon maaf sebesar-besarnya atas kelancangan saya ini, saya ikut mendoakan semoga Allah selalu menolong Bapak berdua dalam berkhidmah kepada Bangsa dan Negara. WaffaqakumuLläh ilã mã fiihi khairu ummah.
Salam takzim saya.
a. mustofa bisri
🇮🇩
Mohon kepada saudara-saudariku yang punya akses kepada Pak Jokowi dan Pak Ma'ruf Amin, sudi menyampaikan surat singkatku ini. Terima kasih.
Thursday, January 24, 2019
Romo Yans Sulo: Jokowidodo, manusia langka yang dilahirkan di Asia
Romo Yans Sulo:
Berguru kebajikan dan kebijaksanaan dari seorang Jokowi
=Remah-remah dari 'cielito lindo' (surga kecil) Makale=
(Jokowidodo, manusia langka yang dilahirkan di Asia)
Para sahabat, Anda jangan memberiku predikat "kampanye" ketika aku menyorot nama presiden Republik Indonesia (Jokowidodo), Karena mamang aku sedang tidak untuk kampanye. Tetapi aku hanya ingin belajar daripadanya bagaimana hidup bersama. Bukan belajar membangun puluhan ribu kilo meter jalan raya dari Sabang sampai Merauke. Bukan pula belajar membangun bandara dan sumber energy. Bukan belajar bagaimana menjadikan bangsa ini pemilik tambang emas di Papua yang berpuluh-puluh tahun dibungkus oleh bangsa asing dengan nama tambang "tembaga". Bukan belajar bagaimana menyamakan harga bensin yang sama dari Sabang sampai Merauke. Bukan pula belajar bagaimana membangun rel kereta api dan atau membangun bendungan dan pasar tradisional yang membantu rakyat negeri ini merai kesejahteraannya.
Aku hanya ingin berguru kebajikan daripadanya. Iya, berguru kebajikan dan kebijaksanaan dari seorang manusia langka yang terlahir di negeri ini.
Aku ingin belajar melihat manusia sebagai mahluk yang luhur dan mulia.
Aku ingin belajar memberikan hak kepada yang memiliki hak dan belajar menuntut kewajiban bagi mereka yang memiliki kewajiban.
Aku ingin belajar bagaimana keluar dari zona aman, dengan menjadikan diri sebagai rahmat bagi sesama.
Belajar menahan godaan nafsu kekayaan di tengah zaman keserakahan.
Belajar ugahari di tengah negeri yang berlimpah susu dan madunya.
Serta aku ingin belajar bagaimana menjadi manusia yang beriman, jujur, bersih, rendah hati, dan kesatria, sebagaimana yang diajarkan oleh leluhur kami manusia Toraja sendiri: "Lobo'ko ammu kasalle, manarangko ammu kinaya, bidako ammu barani. Langngan-langngan oi sangbara'mu membulean pole' oko. Ammu tang disirantean, tenko to pasareongan".
Jokowi, sebuah nama yang lagi menjadi perbincangan seantero dunia. Nama yang seolah-olah mengakar dalam kedamaian di hati rakyat negeri ini. Nama yang tidak angker dan sekeramat nama-nama para penguasa yang lain di muka bumi, namun karya-karyanya mewarnai seluruh sudut nusantara. Namun aku tidak ingin berguru soal nama, pun pula tidak soal karya-karyanya. Tetapi aku ingin berguru daripadanya soal kebajikan dan kebijaksanaannya.
Ia dicacimaki namun tidak merasa sakit.
Dihina namun tidak merasa hina dan marah. Difitnah namun tetap tersenyum.
Direndahkan namun semakin bersinar bagaikan bintang kejora.
Di"kafir"kan namun semakin beriman.
Dibenci namun semakin dicintai.
Aku sungguh-sungguh kagum kepadanya. Dalam hati aku bertanya, mahaguru seperti apakah yang telah mendidiknya bisa "hadir" seolah-olah seorang nabi.
Aku sungguh-sungguh kagum kepadanya. Dan sekali lagi dalam hati bertanya, rahim seperti apakah yang telah mengandungnya sehingga dia bisa "lahir" bagaikan manusia ajaib, yang sanggup membalas cacian dengan pujian, membalas hinaan dengan doa sucinya, membalas fitnahan dengan canda tawanya.
Sungguh, aku sungguh-sungguh kagum kepada pribadinya yang agung dalam kesederhanaan. Dia yang tidak larut dalam pujian ketika disanjung, dan tetap tegar penuh semangat bekerja ketika direndahkan. Kagum kepadanya bagaimana ia memilah dan memilih para menterinya yang sungguh-sungguh memiliki hati untuk bangsa ini, dan tidak segan-segan memecat para pecundang bangsanya saat mulai menunjukkan tanda-tanda tidak becus dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Aku lalu berpikir, mungkinkah sosok seperti dia itukah yang disebut sebagai manusia yang sungguh selesai dengan persoalan dirinya, yang tidak lagi berfikir tentang dirinya ketika orang justru ramai-ramai mendiskreditkannya?
Mungkinkah sosok seperti dia itukah yang disebut sebagai manusia yang tidak sibuk dengan pujian dan hinaan karena di benaknya hanya ada pengabdian diri yang total?
Mungkinkah sosok seperti dia itukah yang disebut sebagai manusia bijak nan arif yang tidak pusing dengan segala label negatif yang dituduhkan atasnya?
Aku pun lalu berfikir, apakah orang-orang yang menghina dan membenci orang bersih yang setulus dan sesuci dia ini tidak akan terlempar ke tubir lembah kekwalatan dan kedurhakaan seperti "keyakinan kuno" agama-agama suku di negeri ini sebelum agama-agama dari luar sana hadir di nusantara?
"Tuan presiden" (izinkan aku menyapa bapak dengan sapaan "tuan presiden"), tolong ajarkan kepadaku rahasia di balik "keunikan" pribadimu yang penuh misteri itu.
Ajarkanlah kepadaku rahasia tersenyum penuh keramahan ketika difitnah dan dihina. Ajarkanlah rahasia mendoakan ketika dicacimaki.
Ajarkanlah kepadaku rahasia mengampuni ketika disakiti.
Ajarkanlah kepadaku rahasia mencintai ketika dibenci.
Ajarkanlah kepadaku rahasia memuji ketika dicela.
Ajarkanlah kepadaku rahasia memikirkan orang lain ketika orang lain sibuk memikirkan dirinya sendiri.
Ajarkanlah kepadaku mencipta hati dan budi yang suci walau diteriaki peka-i.
Ajarkanlah k epadaku bagaimana b erdoa siang dan malam untuk bangsa ini dan bagi mereka yang hendak menjadikannya negeri sapi perahan.
Ajarkanlah kepadaku untuk mengambil rupa rakyat biasa ketika jabatan penting berada di pundakku. Karena engkau yang walaupun orang nomor satu di negeri ini rela mengambil rupa dan hidup seperti kami rakyatmu. Duduk, makan, dan tidur di bawah tenda darurat. Engkau sungguh-sungguh berhati mulia dalam kesahajaanmu. Engkau yang yang tidak pernah memikirkan kejahatan dan kehancuran bangsa ini sedetikpun dalam hidupmu.
Akupun ingin memiliki cinta yang membara untuk bangsa ini seperti cinta yang tuan presiden berikan untuk negeri ini.
Akupun ingin bekerja untuk anak-anak bangsa dalam tugasku yang penuh cinta kasih seperti tuan presiden bekerja dalam tugasmu yang penuh cinta kasih.
Akupun ingin tersenyum tanpa dendam kepada orang-orang yang mencacimaki diriku seperti tuan presiden tersenyum tanpa dendam kepada mereka yang membencimu.
Akupun ingin membawa dalam doa suciku nama-nama mereka yang membenciku di hadirat Allah yang mahabesar seperti tuan presiden menyebut nama-nama mereka yang tidak mengakui karya-karyamu.
Akupun ingin memikirkan orang lain ketika orang lain sibuk memikirkan dirinya sendiri seperti yang tuan presiden buat untuk negeri ini.
Akupun ingin hidup untuk memberi dan bukan untuk diberi seperti yang tuan presiden buat untuk negeri ini.
Tuan presiden, Bapak Jokowidodo, izinkan aku belajar kebajikan dan kebijaksanaan darimu walau sudah pasti engkau akan keberatan kusebut sebagai orang bijaksan nan arif.
Tetaplah memancarkan pesona kebajikan dan kebijaksanaanmu bagi negeri ini dan bagi dunia.
Biarkanlah doa-doa sucimu dan doa-doa rakyatmu yang setia menfuatkanmu selalu untuk tetap tersenyum bagi kaum sebangsamu sendiri yang mencacimu, menghinamu, menfitnahmu, dan merendahkanmu.
Biarkanlah kesahajaan dan kesederhanaanmu memancar dalam keagungan bangsa ini.
Biarkanlah kerendahan hatimu menyejukkan hati yang beku karena keserakahan harta dan kuasa.
Biarkanlah cinta abadimu untuk negeri ini terukir indah dalam karya-karyamu dari Sabang sampai Merauke.
Dan biarkanlah aku tetap berguru kebajikan dan kebijaksanaanmu, Karena engkau sungguh-sungguh seorang manusia yang penuh kebajikan dan kebijaksanaan titisan nusantara jaya. Bapak Jokowidodo, terima kasih telah "hadir" bagiku sebagai sosok teladan dalam kebijaksanaan dan guru dalam kehidupan bersama. Semoga umurmu panjang dan sehat selalu. Doaku menyertaimu selalu wahai presiden kami dan guru shopie-ku. *
Makale - Tana Toraja, Medio Sept' 2018
R. D. Yans Sulo Paganna'.
(Penulis: Toraya Tondokku Nusantara Negeriku)
Wednesday, October 24, 2018
Godaan tidak berhenti di zaman Adam atau Pilatus.

Sulit untuk menyangkal ada udang di balik bakwan.Sulit untuk menolak adanya politik dagang sapi para caleg kristiani.Demikian juga dlm penyelengara negara.Mungkin banyak orang belum atau tidak menyadarinya search google dari waktu kewaktu hingga detik ini yang paling top adalah tetap Tuhan.Melebihi pencaharian apa pun di muka bumi ini.Melebihi uang dan sex.Percetakan Alkitab tetap mendominasi jumlah terbesar dari percetakan buku apa pun di dunia ini dari tahun ke tahun.Sadar atau tidak nama Tuhan tetap dominan bhn promosi dan perdebatan umat manusia tanpa henti.
Ular mengalahkan manusia pertama Adam, karena mengunakan "atas nama"perkataan Tuhan.Dalam Mat 26 diceritakan bgm seorang murid menjual gurunya dgn harga yg sangat murah.Persoalan pokok bkn masalah harga melainkan sarana mencapaian kekuasaan.Peristiwa sama terjadi menjelang Pileg dan Pilpres sekarang ini.Semua kelihatan datang bak sang penolong mendekati Keuskupan,Gereja,Masjid,Musola,Medsos komuniti,kantong,dan komunitas identitas lainnya.Mereka datang dan memperlihatkan diri sbg bagian dari penyelamat rakyat dari ketempurukan dan kesulitan.Mereka memperlihatkan diri sebagai utusan pembela rakyat.
Godaan tidak berhenti di zaman Adam atau Pilatus.Percobaan dalam perebutan kekuasaan tanpa henti,besar dan kecil terus berlangsung selama manusia hidup.Jualan termahal tetaplah yang terindah yaitu"atas nama Tuhan". Keindahan Tuhan tidak terbatas dan tidak terjangkau akal pikiran manusia.Kecenderungan melawan ketidakterbatasan tetap ada dari kerterbatasan,karena kecongkakan dan kesombongan manusia.Sering kepintaran,kekayaan,dan kekuasaan yg mereka miliki menjadi tempat teratas,melebihi Tuhan.Lagi-lagi mereka mendirikan menara Babel.Karena kurang undrstand firman Tuhan.(JMG)
Monday, October 22, 2018
KETIKA MEDIA SOSIAL MENJADI “AGAMA” DAN “KITAB SUCI” BARU

INDONESIA baru mengenal demokrasi yang sebenar-benarnya 20 tahun lalu, tepatnya tahun 1998 ketika terjadi pergolakan dan terjadi wolak-waliking perpolitikan Indonesia. Tahun 1999 pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR/DPR, Presiden Habibie turun.
Kemudian Pemilu 1999 berlangsung dan mulailah era hobi bergaduh politik di Indonesia. PDI-P menang, namun pihak-pihak dan golongan yang tersenggol kepentingan dengan segala cara, termasuk menggunakan alasan agama untuk menyingkirkan lawan politik.
Di sinilah pertama kali agama dijadikan kemasan politik. Terbentuklah Poros Tengah dan menggeser Megawati yang sedianya menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia ketika itu. Poros Tengah menarik Gus Dur menjadi Presiden Republik Indonesia Ke-4.
Poros Tengah salah kalkulasi dan salah prediksi, ternyata karakter Gus Dur membuat morat-marit dunia persilatan politik Indonesia ketika itu.
Baca juga : Birokrasi Zaman Now dan Open Government di Era Media Sosial
Gus Dur diturunkan karena nyaris mengeluarkan dekrit pembubaran parlemen. Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden Republik Indonesia Ke-5 sekaligus menjadi presiden perempuan pertama Republik Indonesia.
Di era Megawati digodok aturan baru pemilihan presiden secara langsung untuk tahun 2004. Kita semua menyaksikan gegap gempitanya pilpres langsung pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia.
Walaupun Demokrat bukanlah pemenang Pemilu 2004, tapi gebrakan perolehan suara partai pendatang baru sudah mengejutkan jagat politik Indonesia dan tidak menghalangi Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden Republik Indonesia Ke-6 sekaligus presiden pertama hasil pemilihan langsung.
Pilpres langsung pertama ini ada lima pasangan calon: Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Di tahun 2003-2004 belum ada media sosial seperti hari ini. Yang ada maksimal blog dan beberapa situs pertemanan ‘tradisional’ era pra-Facebook dan juga beberapa chatroom (MSN, Yahoo Messenger, ICQ, mIRC).
Kehebohan gegap gempita pemilihan presiden langsung pertama kali di Indonesia hanya bisa kita ikuti di media massa arus utama, internet masih merupakan ‘barang mewah’ hanya tersedia cukup luas di rumah-rumah dengan provider layanan internet terbatas (dial dan kemudian terdengar suara berkeciap sebelum tersambung internet), sementara platform seluler masih jarang dan sangat mahal. Tentu saja kecepatan internet ketika itu jauh jika dibandingkan sekarang.
Perlahan terjadi perubahan yang luar biasa cepat dimulai dengan masuknya Facebook ke Indonesia sekitar tahun 2007-2009, dan mulai terjangkaunya internet di platform seluler oleh masyarakat lebih luas.
Di Pemilu 2009 pemilihan presiden langsung untuk kedua kalinya, Demokrat menang dan SBY melanjutkan periode kedua pemerintahannya. Di masa ini, sudah mulai terjadi polarisasi seteru para pendukung calon presiden pilihannya karena pilihannya hanyalah tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden; SBY-Budiono, Megawati- Prabowo, JK-Wiranto, dibandingkan dengan Pilpres 2004.
Dengan hanya tiga pasangan calon otomatis para pendukungnya lebih mengerucut mendukung pasangan calon masing-masing. Namun jagat virtual belumlah segaduh hari ini. Dengan koalisi-koalisi tiga pasangan calon, kekuatan politik sebarannya lebih merata.
Pada waktu pemilihan presiden 2009 baru dimulai ‘demam’ orang Indonesia berinteraksi dengan yang disebut BBM – BlackBerry Messenger. Saat ini baru berinteraksi, belum bersosialisasi apalagi bergedubrakan di media sosial ataupun grup seperti hari ini.
Facebook sudah ada namun hanya di laptop atau desktop (kebanyakan akses justru di kantor). Produk bergambar apel kroak, iPhone, masih di generasi awal-awal dan merupakan barang papan atas yang tidak semua orang sanggup membelinya dan di masa itu masih kalah jauh dengan demam BlackBerry.
Berita dan komunikasi yang berseliweran di BBM kadar nyinyirnya masih sangat-sangat rendah. BBM menggunakan PIN khusus yang harus ditanyakan dan ditambahkan serta disetujui atas seizin yang bersangkutan, sehingga tidaklah semasif grup-grup WhatsApp seperti hari ini.

Kemudian datanglah dentuman masif media sosial itu! Momentum awal adalah Pilkada/Pilgub DKI Jakarta 2012. Tahap awal pengenalan ‘mainan baru’ media sosial, tidaklah menimbulkan riak gelombang.
Berikutnya adalah Pilpres 2014, di tahun inilah bentuk-bentuk baru bermunculan, hoaks, penyesatan informasi, caci maki terbuka sampai editing foto dan artikel juga dihalalkan.
Ada kubu yang menghalalkan segala cara termasuk menerbitkan tabloid khusus menggempur salah satu pasangan capres-cawapres. Tidak kalah militannya adalah kubu yang di-framing dengan tabloid tersebut. Fanatisme dan militansi dua kubu setara dan setanding.
Dan puncaknya adalah Pilkada DKI 2017, dunia internasional menyaksikan sontak di Indonesia muncul “agama” baru, yaitu media sosial beserta "nabi-nabi"-nya. Baik yang mendeklarasikan diri sendiri sebagai "nabi-nabi" baru media sosial dengan segala gelarnya ataupun yang ditahbiskan oleh para pengikut “agama” baru itu.
Dua kubu sama-sama militan dan fanatik, saling mengejek sudah menjadi keseharian “agama” baru ini. Cebong, IQ200 sekolam, bani taplak, bani serbet, bumi datar, dan masih banyak lagi.
Semuanya tidak sadar sebenarnya sedang diperdagangkan oleh para pemilik big data “agama” baru media sosial tersebut. Anda pengguna Facebook aktif? WhatsApp dan segenap grupnya? Instagram? Twitter? Line?
Sadarkah Anda apa yang nampak di halaman-halaman “kitab suci” media sosial itu adalah targeted preferences? Mesin pencari (Google. Yahoo, Bing, Baidu) newsfeed, Facebook newsfeed dari wall teman-teman, berita di seluruh “renungan harian “kitab suci”” (linimasa) media sosial adalah berita yang Anda sukai.
Berita atau informasi yang bertentangan dengan preferensi Anda tidak akan muncul di halaman media sosial Anda. Ilustrasi(KOMPAS/HANDINING)
Contoh: untuk para pengguna pendukung petahana Presiden Joko Widodo akan melihat semua hal positif dan baik pemerintahan Jokowi dan yang jelek-jelek dari kubu oposisi. Sebaliknya, untuk para pengguna pendukung Prabowo, akan melihat semua yang positif tentang Prabowo dan semua yang jelek tentang Jokowi. Sadarkah Anda?
Yang menjadi masalah di sini adalah jika big data media sosial tadi kemudian diolah menjadi senjata kampanye digital seperti yang terjadi dalam Pilpres Amerika Serikat, Hillary Clinton vs Donald Trump.
Cambridge Analytica mengolah data 87 juta pengguna Facebook (termasuk 1 juta-sekian pengguna Indonesia) untuk diumpankan ke newsfeed masing-masing layar targeted pengikut “agama” baru (media sosial) itu.
Konon, pemesan kampanye digital tersebut adalah dari Kubu Trump, yang muncul di publik Amerika adalah semua hal yang negatif tentang Hillary Clinton dan semua yang positif tentang Donald Trump.
Baca juga : Tak Melulu Negatif, Ada Benefit Luar Biasa dari Media Sosial...
Alhasil kita semua tahu hasilnya hari ini. Sebegitu masifnya kampanye digital yang tidak mengenal batasan halaman cetak dan waktu terbit, terbukti merasuki alam bawah sadar ataupun atas sadar para pemilih Amerika.
Who knows, ketika heboh referendum Brexit (British Exit) yang menghasilkan keluarnya Inggris dari Uni Eropa juga dipengaruhi dari preferential targeted audience/viewer? Dari semua jajak pendapat mayoritas tidak setuju keluar dari UE, warga Inggris kaget dan menyesal kenapa hasil referendum justru kebalikannya.
Akan terus terseretkah Anda semua dalam tarikan magis “agama” dan “kitab suci” baru ini? Sebagian besar pengikut “agama” baru sangat mengimani kebenaran semua “sabda” dan “fatwa” halaman-halaman “kitab suci” “agama” baru ini.
Self-awareness mutlak diperlukan. Selain itu kematangan intelektual dan kematangan pemahaman dunia digital masyarakat Indonesia bisa dibilang masih sangat rendah. Bahkan negara superpower seperti Amerika Serikat tidak steril dari terpaan “agama” baru serta “kitab suci agama” baru ini, bagaimana Indonesia?
Hanya bisa berharap dan berdoa semoga Pemilu dan Pilpres 2019 Indonesia dijauhkan dari tsunami pengaruh negatif media sosial ini yang sudah menjadi semacam “agama” dan “kitab suci” baru di negeri ini. God bless Indonesia…
AJI CHEN BROMOKUSUMO Kompas.com - 17/04/2018, 09:50 WIB
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/17/09503121/ketika-media-sosial-menjadi-agama-dan-kitab-suci-baru.
Editor : Amir Sodikin